Wisata Sebelum Pandemik: KAWAH PUTIH

Siapa yang kangen piknik? Cung! 

Dulu saat virus Corona meraja lela dan menjadi pandemik seperti sekarang, saya dan suami pernah berkunjung ke beberapa tempat. Nah, yang akan saya tulis sekarang adalah Kawah Putih. 

Kawah Putih terletak di Ciwidey, Kabupaten Bandung, sekitar setengah jam dari Soreang. Terletak kawasan gunung Patuha. Untuk mencapai ke sana, ada beberapa alternatif: 

• Untuk pengguna mobil pribadi, bisa keluar tol Soroja di gerbang tol Soreang
• Bisa juga naik bis jurusan Soreang dari terminal Leuwipanjang, Bandung. Lanjut dengan angkot jurusan Situ Patenggang
• Bagi para pemotor bisa mengikuti jalur arah Soreang dari Pasir Koja, Bandung 

Di seberang pintu masuk Wisata Kawah Putih terdapat sebuah rumah makan besar, kalau perut lapar bisa diisi dulu di sini. 

Dulu tiket per orangnya Rp 25.000. Bagi pengunjung yang membawa motor atau yang tidak membawa kendaraan serta rombongan yang menggunakan bis, dari gerbang menuju Kawah Putih bisa naik mobil bak terbuka yang disediakan oleh pengelola. Mobil tersebut sudah diberi tempat duduk alakadarnya namun cukup nyaman untuk menikmati pemandangan sepanjang jalan ke atas. 

Sedangkan yang membawa mobil boleh langsung ke atas namun harus sangat hati-hati karena banyak belokan tajam dan sangat menanjak. Bila kiranya merasa kurang menguasai medan, lebih baik menumpangi mobil yang disediakan saja. 

Selama lima belas menit menembus hutan dan sesekali terlihat pemandangan kebun teh, kami pun sampai di puncak yang cukup datar dan luas untuk parkir. Kawahnya sendiri ada di bawah sebelah kanan. 

Aroma belerang sudah mulai tercium hawar-hawar. 

Baca juga: SIMPLIFIED BEAUTY CONCEPT ON MY SENSITIF SKIN

Kawah putih merupakan danau yang terbentuk dari letusan gunung Patuha purba. Ada beberapa mitos menyeramkan yang kini terpatahkan sains. Di antaranya tentang kawah yang ditakuti karena ada "penunggu"-nya. 

Jaman dahulu kala, kawah ini dijauhi manusia dan binatang. Bahkan ada yang meninggal kalau manusia mendekatinya. Burung pun tak ada yang berani terbang ke atasnya, kalaupun ada bakal langsung jatuh dan mati. 

Ternyata eh ternyata... 

Itu karena racun belerang yang pekat menyelimuti udara sekitar kawah. 

Jalan menurun ke arah Kawah sudah bagus dan rapi. Sesungguhnya yang sebelah kiri untuk pengunjung ke arah kawah dan sebelah kanan untuk yang keluar. Tapi hiruk-pikuk manusia dari dua arah di dua jalan bersesakan, belum lagi mereka yang sengaja berhenti di tengah jalan untuk berfoto. 

Di sebelah kiri jalan turun terpampang luas hutan dengan tumbuhan khas gunung Patuha. Tumbuhan seperti ini hanya pernah saya  temukan di sini dan di puncak Tangkuban Perahu. 

Sampai di bawah, bau belerang makin menyengat merasuk ke paru, menyesakkan dada. Air kawah saat ini nampak kebiruan. Di waktu tertentu terlihat hijau. 

Karena banyak sekali pengunjung, saya mencari spot bagus untuk berfoto, di tebing sebelah kanan ada jalan setapak ke arah hutan. Namun urung melaju kakiku karena saat angin dari arah danau menerpa, aroma belerang semakin kuat dan napasku semakin berat. 

Menyerah. Saya tidak bisa berlama-lama di sana. Paling hanya sepuluh menit saja, balik badan ke lapangan parkir sambil menunggu mobil yang akan mengangkut kami turun.